"Multitasking is the New Trend, but Why I Choose Not to Follow the Trend."
"/ˈməltēˌtask,ˈməlˌtīˌtask/ : the performance of multiple tasks at one time"
Istilah multitasking sangat sering saya dengar akhir-akhir ini, dan bahkan sempat saya lihat dalam sebuah persyaratan pekerjaan bahwa si pelamar diharuskan bisa ber-multitasking. Haruskah?
Berlandaskan pertanyaan saya tersebut, saya mulai melakukan riset kecil tentang multitasking ini. Saya menemukan dalam salah satu buku dan artikel yang sempat saya baca, disitu tertulis bahwa sebenarnya manusia tidak bisa bermultitasking. Loh, kok? Hal ini didukung dengan salah satu hasil penelitian bahwa otak kita tidak bisa melakukan hal tersebut, padahal kita selama ini selalu diyakinkan bahwa kekuatan otak kita sangat luar biasa dan ada mitos yang mengatakan bahwa kita baru hanya menggunakan 10% saja dari 100% fungsi otak kita (Coba tonton film Limitless untuk melihat gambaran jika kita berhasil menggunakan 100% otak kita).
Memang benar otak kita tidak bisa mengerjakan segala hal dalam satu momen, tetapi yang kita bisa lakukan adalah berpindah dengan cepat dari satu tugas ke tugas yang lain. Jadi, saya pribadi mendefinisikan multitasking sebagai kemampuan manusia berpindah dari satu tugas ke tugas yang lain dengan cepat. Dan bereksperimen saya berlanjut dengan memadukan definisi tersebut dengan gaya hidup yang sedang saya coba terapkan, dan muncul istilah "Monotasking".
Jika Multitasking dalam definisi umum adalah mengerjakan banyak tugas dalam satu waktu, Monotasking adalah kebalikannya, yaitu mengerjakan satu tugas dalam satu waktu. Video dibawah ini adalah salah satu video yang membuat saya lebih memilih monotasking daripada multitasking:
"Teribble at multitasking, doesn't mean it affect in monotasking."
Yang menginspirasi:
Comments
Post a Comment