"Now I don’t love no material things, but I’m in love with the feelings they bring."


"Let's try to build a richer life with less"

Minimalism merupakan sebuah gerakan dalam bidang seni pada awalnya, akan tetapi semakin berkembangnnya zaman membuat gerakan seni tersebut di adaptasi menjadi sebagua gaya hidup. Ketika teman-teman mendengar kata "Minimalist" apa yang anda dipikiran anda? Yap, sesuatu yang simpel atau sederhana bukan? Sesuatu yang lebih mementingkan pada sebuah kualitas dari pada kuantitas. 


Tapi bagaimana jika penerapan gerakan seni tersebut diterapkan dalam gaya hidup? Jika kita menggunakan prinsip "Quality over quantity", bisakah anda bayangkan bagaimana kehidupan anda? Disini saya akan berbagi sedikit pengalaman pribadi saya ketika saya menemukan gerakan ini yang penerapannya pada gaya hidup.

Minimalism


Yap (sekali lagi), semua berawal ketika pada waktu luang saya sedang mencari film untuk di tonton. Saya memang seseorang yang lebih menyukai genre Documentary karena pada dasarnya hal tersebut didasarkan pada kisah nyata, saya mulai mengscroll down berdasarkan rating di salah satu situs daftar film dan akhirnya saya menemukan film diatas. Minimalism: A Documentary About The Important Things . Dengan judul yang menurut saya cukup "click bait" membuat saya menonton film tersebut, dan setelahnya saya merasa ada dorongan nyata dalam diri saya untuk melakukan yang mereka lakukan dalam film tersebut. Kondisi yang saya tepati pada saat menonton tersebut adalah kondisi dimana saya sedang menjadi ketua panitia dalam acara fakultas saya yang sedang mencari dana dengan berbagai cara (salah satunya dengan ngawul/menjual baju yang sudah tidak terpakai). Setelah menonton film tersebut, saya langsung membuka lemari pakaian di kos saya dan mulai memilah mana baju yang sudah jarang terpakai tapi masih layak untuk dijual. Hasilnya bisa dikatakan kalau 2/3 dari lemari pakaian saya adalah sesuatu yang saya sisihkan untuk diawul. Bermula dari lemari pakaian, hal tersebut menjalar ke buku kuliah saya, tempat makan dan minum, dan alat tulis. Bagaimana perasaan saya pada saat itu? Sangat lega dan merasa bahwa banyak "space" dalam kamar kos saya. Perasaan ini lah yang saya ingin bagikan kepada teman-teman disini, tentang bagaimana kita memiliki hidup yang lebih kaya dengan lebih sedikit. "Intentional living" dan sejenisnya adalah sesuatu hal yang sama dengan Minimalism.

Pada film dokumentari tersebut saya sempat menggunakan kata "Mereka", tapi siapakah mereka? Yap (lagi), mereka menyebut dirinya The Minimalists. The Minimalist terdiri dari Joshua Fields Millburn & Ryan Nicodemus yang memiliki keinginan untuk membantu orang-orang hidup dalam hidup yang bermakna dengan lebih sedikit. Mereka menjelaskan gaya hidup minimalist dengan: 
Minimalism is a lifestyle that helps people question what things add value to their lives. By clearing the clutter from life’s path, we can all make room for the most important aspects of life: health, relationships, passion, growth, and contribution. 
Minimalism
Lebih detail tentang mereka bisa teman-teman kunjungi disini

Saya disini bukanlah seorang "Minimalist" sejati ataupun sudah sangat ahli dalam gaya hidup ini, tapi saya di sini ingin mengajak teman-teman semua untuk mencoba gaya hidup ini dan merasakan apa yang telah saya rasakan, jika cocok maka pertahankan dan jika tidak maka tinggalkan. Inti dari gerakan ini adalah bagaimana kita menjalani hidup dengan lebih bermakna, terlepas dari keterikatan ras, agama, aliran politik yang kita anut , dan yang paling utama adalah material things.

Mari kita buat hidup ini lebih bermakna, lebih berharga, dan lebih sadar dalam menjalaninnya.


"Love people, use things. Because the opposite never works."

Yang menginspirasi:


Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Pe eM eS

Perbedaan Manusia dan Binatang

Cara Mengembangkan Diri (bareng Dr. Jordan B. Peterson)